Sabtu, 08 Oktober 2016

tumimbal lahir

Reinkarnasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kelahiran kembali)
Sebuah seni yang menjelaskan reinkarnasi pada manusia.
Reinkarnasi (dari bahasa Latin untuk "lahir kembali" atau "kelahiran semula"[1]) atau t(um)itis, merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini. Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian mengambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu.
Terdapat dua aliran utama yaitu pertama,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan terus menerus lahir kembali. Kedua,mereka yang mempercayai bahwa manusia akan berhenti lahir semula pada suatu ketika apabila mereka melakukan kebaikan yang mencukupi atau apabila mendapat kesadaran agung (Nirvana) atau menyatu dengan Tuhan (moksha). Agama Hindu menganut aliran yang kedua.
Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya. Dalam agama Hindu dan Buddha, filsafat reinkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan bertanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu dan Buddha, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

Daftar isi

Reinkarnasi dalam agama Buddha

Dalam agama Buddha dipercayai bahwa adanya suatu proses kelahiran kembali (Punabbhava). Semua makhluk hidup yang ada di alam semesta ini akan terus menerus mengalami tumimbal lahir selama makhluk tersebut belum mencapai tingkat kesucian Arahat. Alam kelahiran ditentukan oleh karma makhluk tersebut; bila ia baik akan terlahir di alam bahagia, bila ia jahat ia akan terlahir di alam yang menderitakan. Kelahiran kembali juga dipengaruhi oleh Garuka Kamma yang artinya karma pada detik kematiannya, bila pada saat ia meninggal dia berpikiran baik maka ia akan lahir di alam yang berbahagia, namun sebaliknya ia akan terlahir di alam yang menderitakan, sehingga segala sesuatu tergantung dari karma masing-masing.

Reinkarnasi dalam Hinduisme

Dalam filsafat agama Hindu, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Pada saat manusia hidup, mereka banyak melakukan perbuatan dan selalu membuahkan hasil yang setimpal. Jika manusia tidak sempat menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya yang belum sempat dinikmati. Selain diberi kesempatan menikmati, manusia juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kehidupannya (kualitas). Jadi, lahir kembali berarti lahir untuk menanggung hasil perbuatan yang sudah dilakukan. Dalam filsafat ini, bisa dikatakan bahwa manusia dapat menentukan baik-buruk nasib yang ditanggungnya pada kehidupan yang selanjutnya. Ajaran ini juga memberi optimisme kepada manusia. Bahwa semua perbuatannya akan mendatangkan hasil, yang akan dinikmatinya sendiri, bukan orang lain.
Menurut Hinduisme, yang bisa berinkarnasi itu bukanlah hanya jiwa manusia saja. Semua jiwa mahluk hidup memiliki kesempatan untuk berinkarnasi dengan tujuan menikmati hasil perbuatannya pada masa lalu dan memperbaiki kulaitas hidupnya. Dalam kehidupan di dunia, manusia menempati strata yang paling tinggi sehingga reinkarnasi yang tertinggi adalah hidup sebagai manusia, bahkan dewa atau malaikat yang ingin sempurna hidupnya, harus turun ke dunia untuk menyempurnakan jiwatman-nya sehingga mencapai moksa, bersatu dengan Brahman. Makhluk hidup selain manusia memiliki jiwatman yang sama. Jiwatman memiliki memori untuk mencatat dan mengenang peristiwa yang dilakukan atau dialami dalam kehidupan sewaktu masih bersatu dengan raga. Memori tersebut menghasilkan kemelekatan terdadap dunia yang terus dibawa walaupun terjadi kematian yang menyebabkan jiwatman berpisah dengan badan. Suatu saat jiwatman tersebut akan mencari raga baru yang sesuai dengan kemelekatannya pada konsepsi (janin) yang siap dimasuki roh (atman). Bila manusia mampu meniadakan kemelekatannya terhadap kehidupan dunia, maka ia akan mencapai moksa dan bersatu dengan Brahman.

Proses reinkarnasi

Pada saat jiwa lahir kembali, roh yang utama kekal namun raga kasarlah yang rusak, sehingga roh harus berpindah ke badan yang baru untuk menikmati hasil perbuatannya. Pada saat memasuki badan yang baru, roh yang utama membawa hasil perbuatan dari kehidupannya yang terdahulu, yang mengakibatkan baik-buruk nasibnya kelak. Roh dan jiwa yang lahir kembali tidak akan mengingat kehidupannya yang terdahulu agar tidak mengenang duka yang bertumpuk-tumpuk di kehidupan lampau. Sebelum mereka bereinkarnasi, biasanya jiwa pergi ke surga atau ke neraka.
Dalam filsafat agama yang menganut paham reinkarnasi, neraka dan sorga adalah suatu tempat persinggahan sementara sebelum jiwa memasuki badan yang baru. Neraka merupakan suatu pengadilan agar jiwa lahir kembali ke badan yang sesuai dengan hasil perbuatannya dahulu. Dalam hal ini, manusia bisa bereinkarnasi menjadi makhluk berderajat rendah seperti hewan, dan sebaliknya hewan mampu bereinkarnasi menjadi manusia setelah mengalami kehidupan sebagai hewan selama ratusan, bahkan ribuan tahun. Sidang neraka juga memutuskan apakah suatu jiwa harus lahir di badan yang cacat atau tidak.

Akhir proses reinkarnasi

Selama jiwa masih terikat pada hasil perbuatannya yang terdahulu, maka ia tidak akan mencapai kebahagiaan yang tertinggi, yakni lepas dari siklus reinkarnasi. Maka, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi tersebut, roh yang utama melalui badan kasarnya berusaha melepaskan diri dari belenggu duniawi dan harus mengerti hakikat kehidupan yang sebenarnya. Jika tubuh terlepas dari belenggu duniawi dan jiwa sudah mengerti makna hidup yang sesungguhnya, maka perasaan tidak akan pernah duka dan jiwa akan lepas dari siklus kelahiran kembali. Dalam keadaan tersebut, jiwa menyatu dengan Tuhan (Moksha [2]).

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Istilah terakhir ini lazim digunakan di Malaysia.
  2. ^ "Kebahagiaan Abadi" (Istilah Agama Hindu untuk akhir proses reinkarnasi)

Pranala luar

Tiga Mustika

Tiga Mustika

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Tri Ratna)
Terjemahan dari
Tiga Mustika
Inggris Three Jewels, Three Refuges,
Three Treasures, Triple Gem
Pali tiratana,
tisarana
Sanskrit त्रिरत्न (triratna),
रत्नत्रय (ratna-traya)
Tionghoa 三宝, 三寶 (sānbǎo)
Jepang 三宝 (sambō, sampō)
Korea 삼보 (sambo)
Tibetan དཀོན་མཆོག་གསུམ,
(dkon mchog gsum)
Myanmar ရတနာသုံးပါး
(pengucapan bahasa Burma: [jadanà θóuɴ bá])
Mon ɣurban erdeni
Daftar Istilah Buddhis
Threejewels.svg
Tiga Mustika (atau yang juga dikenal dengan sebutan lain Tiga Permata) berasal dari bahasa Pali Tiratana (Ti : tiga dan Ratana : mustika/permata) dan bahasa Sanskerta Tri Ratna (dengan arti yang sama dengan Tiratana dalam bahasa Pali). Tiga Mustika mempunya makna yang sangat berarti bagi umat Buddha.
Tiga Mustika yang dimaksud dalam agama Buddha adalah :
Yang juga dapat diartikan sebagai Sang Buddha Gautama sebagai guru, dan juga dapat diartikan sebagai sifat kebuddhaan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Dhamma adalah ajaran Buddha, yang merupakan kebenaran mutlak.
Sangha seringkali dikaitkan sebagai pengawal dan pelindung Dhamma. Sangha juga adalah suatu persaudaraan suci orang-orang yang telah mencapai tingkatan kesucian (Sotapanna, Sakadagami, Anagami, Arahat)

Diagram

 
 
 
 
 
 
 
 
Tiga Mustika
Tiratana
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BUDDHA
 
 
 
 
DHAMMA
 
 
 
SANGHA
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
Sammasambuddha
 
 
 
 
Pariyati Dhamma
 
 
 
 
 
 
Sammuti Sangha
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
Pacceka Buddha
 
 
 
 
 
 
Tipitaka
 
 
 
 
Ariya Sangha
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
Savaka Buddha
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Vinaya Pitaka
Sutta Pitaka
Abhidhamma Pitaka
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
Patipatti Dhamma
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ariya Atthangika Magga
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Sila
Samadhi
Panna
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
 
 
 
 
Pativedha Dhamma
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


 
 
 
 
 
 
 
 
 
Magga
Phala
Nibbana
 
 
 
 
 
 
 

Lihat pula

Nirwana

Nirwana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Nirvana)
Bagian dari serial tentang
Agama Buddha

Dharma Wheel.svg
Sejarah
Garis waktu
Konsili-konsili Buddhis
Konsep ajaran agama Buddha
Empat Kesunyataan Mulia
Delapan Jalan Utama
Pancasila · Tuhan
Nirvana · Tri Ratna
Ajaran inti
Tiga Corak Umum
Samsara · Kelahiran kembali · Sunyata
Paticcasamuppada · Karma
Tokoh penting
Siddharta Gautama
Siswa Utama · Keluarga
Tingkat-tingkat Pencerahan
Buddha · Bodhisattva
Empat Tingkat Pencerahan
Meditasi
Wilayah agama Buddha
Asia Tenggara · Asia Timur
Tibet · India dan Asia Tengah
Indonesia · Barat
Sekte-sekte agama Buddha
Theravada · Mahayana
Vajrayana · Sekte Awal
Kitab Suci
Sutta · Vinaya · Abhidhamma
Portal Buddhisme
Untuk band rock alternatif, lihat Nirvana (band).
Nirwana, dari bahasa Sanskerta: Nirvāṇajir -- Pali: Nibbāna -- bahasa Tionghoa: Nie4 Pan2 (涅槃)), secara harafiah: "kepunahan" atau "pemadaman", adalah kulminasi pencarian umat Buddha terhadap kebebasan.
Siddartha Gautama, Buddha, menjelaskan Buddhisme sebagai sebuah rakit yang, setelah mengapung di atas sungai, akan memperbolehkan sang penumpangnya untuk mencapai nirwana.
Dalam pengertian yang lebih dalam, Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi, suatu keadaan kebahagiaan abadi yang luar biasa. Kebahagiaan Nibbana tidak dapat dialami dengan memanjakan indera, melainkan dengan menenangkannya.
Nibbana bukanlah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nibbana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan Nibbana ini. Nibbana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin (moha).
Dalam Kitab Udana VIII:3, Nibbana dijelaskan oleh Buddha sebagai berikut:
"Oh, Bhikkhu, ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, behentinya Sankhara. Jika seandainya saja, Oh bhikkhu, tidak ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara; maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada berhentinya kelahiran, berhentinya penjelmaan, berhentinya Kamma, berhentinya Sankhara, maka ada jalan keluar kebebasan kelahiran, penjelmaan, pembentukan, dan pemunculan dari sebab yang lalu"
Lebih lanjut dalam Kitab Milinda Panha juga dijelaskan tentang Nibbana melalui percakapan antara Bhikkhu Nagasena dan Raja Milinda sebagai berikut:
"Nibbana penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan, Oh Raja. Barang siapa yang mengatur kehidupannya secara sempurna dengan memahami sifat kehidupan sesuai dengan ajaran para Buddha, menyadari kehidupan melalui kebijaksanaan, sebagaimana seorang siswa yang dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Sang Guru, menjadikan dirinya 'Nakhoda' bagi kapalnya sendiri,..."
"Apakah Nibbana suatu tempat?" tanya Raja Milinda
"Nibbana bukanlah suatu tempat, Oh Raja, tetapi Nibbana ada sebagaimana api ada, meskipun api itu tidak disimpan di suatu tempat tertentu."
"Apakah ada tempat berpijak bagi seseorang untuk mencapai Nibbana?"
"Ya, Raja, tempat itu adalah kebajikan"
Jadi dapat disimpulkan bahwa Nibbana bukanlah suatu tempat atau alam kehidupan, melainkan keadaan yang terbebas dari semua kekotoran batin yang menjadi sebab penderitaan dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, kepedihan, ratapan dan keputus-asaan, yaitu Keserakahan (Lobha), Kebencian (Dosa), dan Kebodohan Batin (Moha).
Nibbana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nibbana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nibbana). Ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Dia mengalami Sa-upadisesa Nibbana. Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Dia mencapai An-upadisesa Nibbana atau Parinibbana.
Cara untuk mencapai Nibbana adalah dengan mempraktikkan sendiri Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu:
  1. Pengertian Benar (Samma ditthi)
  2. Pikiran Benar (Samma sankappa)
  3. Ucapan Benar (Samma vaca)
  4. Perbuatan Benar (Samma kammanta)
  5. Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)
  6. Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama)
  7. Perhatian Benar (Samma sati)
  8. Konsentrasi/Meditasi Benar (Samma samadhi)
Hinduisme juga menggunakan nirwana sebagai sinonim untuk pemikiran mereka tentang moksha, dan nirvana dibicarakan dalam beberapa tulisan tantra Hindu serta Bhagawad Gita. Konsep nirwana antara agama Buddha dan Hindu tidak boleh disamaratakan.

Lihat pula