Jumat, 31 Agustus 2012

cerita

Kera Yang Menangis

Dahulu kala, pada suatu hari di musim semi, sebaris kereta tempur dengan gemuruh melintasi daratan dengan cepat. Para serdadu mengenakan baju perang berkilauan. Panji-panji berkibaran di tiup angin sepoi-sepoi. Dibelakang mereka tampak beberapa orang jendral membawa pedang dan tombak, diikuti sebuah kereta tempur yang indah. Duduk didalam kereta adalah raja Ch’u yang agung.
Setiap tahun raja mengadakan perjalanan mengelilingi kerajaan untuk melihat keadaan negerinya, berburu, melatih pasukan, dan keluar dari istananya yang tua dan sumpek. Raja ch’u mempunyai seorang jendral bernama: yang youchi, yang terkenal akan keahlianya dalam memanah. Bahkan sekarang, lebih dari dua ribu tahun kemudian, orang masih mengingat betapa hebatnya dia. Tembakanya tidak pernah meleset. Raja memepercayainya. Selama musim berburu: kelinci, rusa dan semua hewan liar lainya berlarian kesana kemari dengan bingung, tetapi tidak ada tempat yang aman dari panah jendral yang youchi. Bila dia memanah 100 kali, dia mengenai sasaranya 100 kali juga.
Di suatu dataran ada sebatang pohon tua yang besar. Waktu melewati, para serdadu mendengar suara. Mereka melihat seekor kera diatas dahan-dahan diatas mereka. Kera itu melompat keatas dan kebawah semaunya, menggoda serdadu yang sedang berburu itu. Dia melempar sebuah kacang kepada mereka.
“Baiklah anak nakal, aku akan memberimu pelajaran,” kata seorang pemanah sambil membidik dengan panah. Tetapi waktu dia memanah, kera itu menghindar, sehingga panah meluncur terus melewati dahan-dahan pohon. Melihat kejadian itu para serdadu tertawa.
“beruntung”, dengus pemanah itu, “terima ini!”.
Dia melepaskan anak panah lainya, dan kali ini kera tidak menghindar, dia menangkap panah tersebut dengan cepat! Lari mengendusnya dengan gaya meremehkan sebelum mematahkanya menjadi dua.
Sekarang para serdadu marah. Mereka memanahi kera itu, tetapi dia sangat cerdik dan lincah sehingga panah-panah mereka tidak mengenai sasaran dan hal itu membuat mereka tambah marah.
Ketika raja melihat betapa kurang ajarnya kera, ia memerintahkan jendral Yang untuk memanah kera tersebut.
Kera tersebut tampak mengerti, karena begitu jendral Yang mendekati pohon, dia mulai menagis tersedu-sedu dan melolong memilukan.
Raja bertanya, “mengapa kera itu menangis?”
Yang Youchi menjawab, “dia tahu panah hamba tidak pernah meleset, sehingga tidak perduli betapa cerdiknya dia, dia harus mati sekarang, atas perintah raja yang Mulia. Itulah sebabnya dia menangis.
Raja berfikir sambil menundukan kepala. Betapa sedihnya kera itu! Hewan lainya pasti menderita begitu juga. Hatinya yang mulia dipenuhi belas kasih. Beliau menyuruh jendral Yang untuk menyimpan senjatanya, dan menghentikan perburuan, sehingga tidak lebih banyak lagi hewan yang akan terluka.
Ketika beliau kembali kekota lebih cepat dari rencana, semua orang disana mengetahui bahwa raja telah bergerak hatinya oleh air mata kera. Rakyat Ch’u semua bergembira memiliki raja yang begitu baik dan penyayang, sehingga mereka bekerja keras untuk negara, dan sejak itu Ch’u  menjadi negara yang kuat dan berkuasa selama ratusan tahun.

Dari cerita dapat diambil intisari dari sebuah makna akan cinta kasih kepada semua mahkluk, bahwa seekor kera pun akan mengalami kesakitan dan ketakukan pada saat tahu bahwa kematianya akan segera tiba. Oleh karena itu kita sebagai manusia hendaknya memiliki cinta kasih kepada mahkluk hidup tidak terkecuali kepada binatang dan mahkluk hidup lainya. untuk tidak membunuh mahkluk hidup.

Di kutip dari Buku : Mencintai Kehidupan
Penerbit : Dian Dharma

buku parita suci


Buku Paritta Suci

Buku Paritta Suci

Buku “Paritta Suci” terbitan Yayasan Dhammadipa Arama adalah merupakan buku panduan upacara ritual yang dipergunakan oleh para umat dan simpatisan Buddhis binaan Sangha Theravada Indonesia.
Keberadaan buku ini sebenarnya sudah menyebar di seluruh vihara di Indonesia. Namun, agar mempermudah berbagai fihak untuk mendapatkannya, maka berikut ini disediakan versi online dalam format GIF.
Mungkin kualitas file ini masih ada berbagai kekurangan.
Semoga saja keterbatasan ini dapat dimaklumi.
Atas kebaikan salah satu donatur yaitu Bapak Hadianto, maka kini telah dapat diperoleh seluruh isi buku Paritta Suci yang sudah diformat dengan baik sehingga layak dibaca dan dimiliki.
Silahkan di download di SINI (PDF, 436 Kb)
Selain itu, dari donatur yang sama disediakan pula  buku Paritta Suci dalam bentuk eBook berformat epub yang telah mulai banyak dipergunakan di berbagai belahan bumi.
Ebook Paritta Suci yang dimaksud dapat di download di SINI (ePub, 65 Kb)
Untuk mendapatkan bagian per bagian dari buku Paritta Suci, silahkan lihat di SINI






Benam diri dalam khutbah perdana Buddha Gautama

“Guru Agung memberikan jalan kepada manusia untuk memadamkan hawa nafsu yang berkobar. 
Kita boleh punya keinginan tetapi yang berdasarkan kearifan…
agar tidak berkobar menjadi hawa nafsu.”
Minggu, 29 Juli 2012 04:00 WIB | M. Hari Atmoko
Seorang di antara ratusan biksu beranjak dari tempatnya bersila di samping kiri altar besar di barat Candi Mendut. Ia lalu berjalan perlahan dan berhenti sejenak tepat di depan patung Sang Buddha Gautama.
Biksu tua berumur 59 tahun itu, Sri Pannavaro Mahathera, mengatupkan kedua tangan di depan dadanya lalu membungkuk sebagai tanda hormat kepada Guru Agung Sang Buddha Gautama yang dilambangkan dalam bentuk patung berwarna kuning keemasan di tengah altar berhiaskan rangkaian bunga-bunga, 10 lilin aneka warna, dan lima penjor dari janur berwarna kuning.
Suasana takzim seakan telah meresap di sanubari ribuan umat Buddha berasal dari sejumlah tempat di Indonesia dan beberapa lainnya dari luar negeri seperti India, Belanda, dan Prancis yang berkumpul dengan bersila di atas karpet merah di depan tiga altar besar di sisi bagian barat, selatan, dan timur Candi Mendut.
Hari memang sudah petang dengan bulan berbentuk separo berhiaskan perarakan perlahan awan di langit Candi Mendut mengikuti sapuan irama angin. Ratusan lampion aneka warna menghias pagar yang mengelilingi pelataran Mendut.
Bante Pannavaro yang juga Ketua Sangga Theravada Indonesia itu naik ke kursi warna merah nan tampak gagah bagaikan singgasana di depan bagian kanan dari patung Sang Buddha Gautama. Kedua kakinya dilipat. Ia yang puluhan tahun lalu merintis perayaan Waisak di Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon itu duduk bertimpuh dengan ribuan umat di hadapannya.
Satu lipatan kain warna kuning khas biksu Sangga Theravada yang dikenakan, dirapikannya dengan diletakkan di antara kedua lutut, lalu tangannya membetulkan bagian lain kain itu yang menyampir di pundak kanannya.
Kedua tanggannya kembali dikatupkan di depan dada, lalu ia pejamkan kedua mata, dan terlihat seakan ia mengatur pernapasan selama beberapa saat, sebelum ia memulai mendaraskan kata-kata bernas melalui khutbah Hari Asadha.
Suasana terasakan makin dalam balutan hening dibangun seluruh umat Buddha yang sedang merayakan Hari Asadha di pelataran Candi Mendut, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar tiga kilometer timur Candi Borobudur, Sabtu (28/7).
Perayaan Asadha 2556 Era Buddhis atau 2012 Masehi oleh umat Buddha untuk memperingati saat Sang Buddha membabarkan pertama kali dhamma atau yang sering disebut dengan Pemuataran Roda Dhamma, kepada lima pertapa yakni Kondanna, Assaji, Bhadiya, Vappa, dan Mahanama di Taman Rusa Isipatana, dekat Benares, India.
Asadha atau juga disebut Asalha berasal dari nama bulan keempat dalam penanggalan lunisolar (kalender yang disesuaikan dengan pergerakan bulan dan matahari), masa India kuno atau jatuh antara Juli-Agustus dalam penanggalan Masehi. Perayaan Asadha 2556 bertepatan dengan 2600 tahun pembabaran pertama kali tentang dhamma oleh Sang Buddha.
Kata “dhamma” berasal dari bahasa Pali, sedangkan dalam bahasa Sansekerta “dharma” yang artinya hukum atau ajaran dalam agama Buddha. Bante Pannavaro menyebutkan bahwa pembabaran perdana dhamma oleh Sidharta Gautama pada 26 abad lalu itu sebagai waktu kelahiran agama Buddha.
Rangkaian perayaan Asadha 2556 oleh umat Buddha Indonesia antara lain ditandai dengan puja bakti berupa penghormatan terhadap relik Sang Buddha di Candi Pawon sekitar satu kilometer timur Candi Borobudur. Selain itu, ribuan umat dengan masing-masing membawa bunga sedap malam bersama sekitar 170 biksu, samanera (calon biksu), dan atasilani (kaum perempuan pertapa) melanjutkan rangkaian perayaan itu dengan prosesi jalan kaki dari Candi Pawon menuju Candi Mendut.
Para biksu dengan iringan musik rohani buddhis kemudian berpradaksina atau berjalan mengelilingi pelataran Candi Mendut melewati tiga altar dan ribuan umat yang duduk bersila di depan masing-masing altar, sedangkan sejumlah biksu lainnya memasuki candi itu untuk membacakan paritta.
Mereka kemudian melanjutkan prosesi puja bakti selama beberapa saat berupa pembacaan doa yang dipimpin oleh Romo Pandita Sugiyanto di pelataran Candi Mendut.
“Terpujilah Sang Bagava, yang telah mencapai penerangan sempurna. Kami berlindung kepada Sang Bagava, Sang Bagava Guru Agung kami. Saat ini kami berkumpul di sini. Pada hari purnama di Bulan Asadha, untuk memperingati terputarnya roda dhamma. Muncul himpunan sinar mulia, lengkap dengan tirta. Dengan tangan sendiri kami lakukan persembahan antara lain pelita, dupa, bunga, dan benang kebajikan nyata Sang Bagava. Kami lakukan puja pada candi dengan persembahan sebagaimana kami haturkan kepada Sang Bagava yang telah lama pariwibana, yang tampak melalui sifat-sifat kebajikan. Puja kami demi kesejahteraan dan kebahagiaan kami semua, untuk selama-lamanya,” demikian penggalan doa puja bakti itu yang dipimpin Pandita Sugiyanto dan dilafalkan secara bersama-sama oleh umat Buddha.
Beberapa biksu secara bergantian kemudian memimpin pengucapan doa-doa yang ditirukan secara takzim oleh seluruh umat di pelataran Candi Mendut itu.
Pada kesempatan itu, dua pemudi dan seorang pemuda Buddhis membacakan kisah tentang pembabaran perdana ajaran Sang Buddha. Ajaran itu antara lain tentang delapan jalan untuk membuka batin manusia yakni pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.
Selain itu, pembabaran menyangkut penderitaan yang dialami manusia, penyebab penderitaan itu, dan jalan yang harus ditempuh manusia untuk melepaskan diri dari penderitaan tersebut.
“Malam ini ibu, bapak, saudara-saudara, para biksu, samanera, atasilani, padita, ribuan umat Buddha duduk dengan hening, merenungkan dan mengagungkan kembali, seolah-olah ingatan kita pada 2600 tahun lalu, saat bulan purnama di Bulan Asadha, di kesunyian Taman Kijang Isipatana, Guru Agung membabarkan dhamma,” kata Bante Pannavaro saat berkhutbah dengan tampak kharismatis itu.
Ketika pembabaran pertama dhamma oleh Sang Buddha, katanya, 10 ribu tata surya bergetar dan berguncang, laksana alam pikiran manusia waktu itu dan mungkin saat ini juga bergetar dan berguncang memperingati Hari Asadha.
Ia menjelaskan, penderitaan manusia bukan datang dari luar dirinya, bukan pula suatu hukuman, akan tetapi konsekuensi atau akibat perbuatan manusia yang tidak baik. Penderitaan manusia bersumber persis di dalam dan dari dalam diri manusia sendiri.
“Sebab penderitaan itu karena maksud dan keinginan yang tidak terkendali, yang berkobar. Keinginan, hawa nafsu berkobar mendapat pemenuhan itu menjadi kelekatan yang sulit dilepaskan. Keinginan yang terpenuhi akan menuntut kembali lebih hebat. Kita kejar untuk dipenuhi kembali. Kita rasakan bahagia sebentar. Keinginan yang terpenuhi, bukan itu kebahagiaan. Ya itu kebahagiaan tetapi sepintas,” katanya.
Guru Agung Buddha Gautama, katanya, mengajarkan bahwa kebahagiaan terjadi apabila api hawa nafsu yang berkobar itu menjadi padam atau setidaknya mengecil. Saat itulah manusia merasakan ketenteraman.
“Memenuhi hawa nafsu tidak ada akhirnya, hawa nafsu mengakibatkan penderitaan. Tetapi mengecilkan dan bahkan memadamkan hawa nafsu memberi ketenteraman. Keserakahan yang berkurang, iri hati yang berkurang, dendam yang berkurang, benci yang berkurang, sudah memberi kebahagiaan,” katanya dalam khutbah dengan suara perlahan, irama teratur, dan bernada “berat”.
Ia mengemukakan tentang pentingnya pemanfaatkan kedudukan atau kekuasaan secara baik dan materi secara tepat untuk banyak orang. Selain itu, sikap jujur dan tidak korupsi harus dilakukan mereka agar terbangun hidup yang damai, karena kedudukan dan materi bukan penjamin kebahagiaan.
Orang bijaksana, katanya, menyadari bahwa hawa nafsu yang berkobar-kobar itu harus diredam atau setidaknya dikecilkan agar tergapai kehidupan yang tenteram dan damai itu. Hawa nafsu yang diumbar akan mendatangkan kehancuran hidup baik pribadi, masyarakat, lingkungan, maupun peradaban.
Guru Agung meminta umat untuk bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri karena hidup bukan misteri, sedangkan apa yang dialami manusia sebagai akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.
“Guru Agung memberikan jalan kepada manusia untuk memadamkan hawa nafsu yang berkobar. Kita boleh punya keinginan tetapi yang berdasarkan kearifan, harus selektif dengan keinginan agar tidak berkobar menjadi hawa nafsu,” katanya.
Ia menjelaskan, upaya memadamkan kobaran hawa nafsu itu melalui pengendalian diri, berpuasa. Ajaran mengendalikan diri juga berlaku di semua agama. Ajaran itu membuat hidup manusia menjadi damai dan harmoni baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
Perbaikan atas regulasi atau undang-undang, katanya, tidaklah sebagai hal yang cukup untuk kehidupan bersama, akan tetapi upaya itu harus disertai dengan penegakan pengendalian diri setiap orang.
“Lingkungan memberi pengaruh, masyarakat memberi pengaruh kepada kita, dan sebaliknya perilaku kita berpengaruh kepada orang lain, masyarakat, dan lingkungan,” katanya saat khutbah renungan Hari Asadha itu.
Selain itu, katanya, Guru Agung juga mengajarkan pentingnya meditasi sebagai jalan untuk membersihkan pikiran dari berbagai ikhwal yang buruk karena pikiran buruk menjadi akar kekotoran batin.
Ia menjelaskan, jalan meditasi bukan semata-mata untuk manusia mencari ketenangan, melainkan membangun kesadaran dan menguatkan manusia, serta menjadikan manusia makin awas atas pikirannya.
“Pengendalian diri tidak cukup tanpa meditasi. Meditasi mencabut kekotoran batin dan membersihkan pikiran. Pikiran yang bersih membebaskan manusia dari penderitaan. Dengan pikiran yang bersih, manusia dapat menjaga diri, menjaga keluarga, dan menjaga masyarakat. Dan semoga semua makhluk berbahagia,” katanya.
Renungan Hari Asadha di pelataran Candi Mendut oleh sang biksu senior tersebut, seakan begitu terasa membenamkan ajaran dhamma Buddha Gautama kepada batin terdalam setiap umat. (M029)
Editor: B Kunto Wibisono

buddha gotama ///ASADHA


BUDDHA GOTAMA

Siaran Pers
PUJA BAKTI 2600 TAHUN KHOTBAH PERTAMA BUDDHA GOTAMA

Ribuan umat Buddha bersama 100 bhikkhu dan samanera akan melakukan Puja Bakti Agung sehubungan dengan Hari Raya Asadha 2556 di Candi Mendut, Magelang, pada hari Sabtu tanggal 28 Juli 2012. Hari Raya Asadha 2556 tahun ini mempunyai makna khusus karena bertepatan dengan genap 2600 tahun Buddha Gotama mengajarkan Dharma untuk pertama kali kepada 5 siswa pertama di Taman Rusa Isipatana, dekat Benares, India.
Umat bersama para bhikkhu akan memulai Puja Bakti Agung dengan melakukan Perjalanan Bakti (Bhakti Yatra) yang lazim dikenal sebagai prosesi keagamaan (devotional walk) dari Candi Pawon menuju Candi Mendut pada tanggal 28 Juli tersebut dimulai pukul 16.30. Perjalanan Bakti akan memasuki Candi Mendut pada pukul 18.00. Para bhikkhu akan melakukan pembacaan paritta di ruang Candi Mendut. Umat mengambil tempat memenuhi halaman candi.
Tari Puja membuka Puja Bakti Agung Asadha 2556 mengawali turunnya para bhikkhu dari ruang candi menuju tempat upacara di halaman candi.
Dalam Puja Bakti Agung ini Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, Kepala Sangha Theravada Indonesia akan memberikan khotbah Dharma. Empat Kebenaran Mulia menjadi tema wejangan Dharma karena Empat Kebenaran Mulia itu merupakan inti khotbah Buddha Gotama 2600 tahun lalu dan juga denyut seluruh ajaran.
Untuk pertama kali pada 26 abad silam Buddha Gotama menyatakan bahwa dalam kehidupan ini segala fenomena penderitaan yang membelit umat manusia dan sering juga menghancurkan peradaban bersumber dari hawa nafsu keinginan yang berkobar-kobar.
Penderitaan sama sekali bukan beban kehidupan yang datang dari luar kehidupan kita masing-masing.
Buddha Gotama kemudian menunjukkan Jalan untuk mengendalikan dan mengatasi kobaran api nafsu keinginan itu sebagai cara melenyapkan penderitaan.
Hanya keinginan yang berdasarkan kesadaran dan kearifan yang akan menjadi sumber kebahagiaan dan kedamaian bagi semua kehidupan.
Kini pesan dan Jalan Dharma itu menjadi relevan, setelah 26 abad berlalu dikumandangkan oleh Buddha Gotama, seiring dengan makin mengganasnya api nafsu keinginan, keserakahan, kebencian, dendam, berbagai tindak aniaya serta kejahatan yang menghancurkan kedamaian di mana-mana.
Puja Bakti Agung Asadha 2556 ini diselenggarakan oleh Keluarga Buddhis Theravada Indonesia, terbuka bagi para wisatawan dan masyarakat. Untuk mengikuti rangkaian upacara para peserta diminta mengambil tanda pengenal yang akan diberikan dengan cuma-cuma di Lapangan Tingal mulai pukul 8.00.
Semoga Puja Bakti Agung Asadha 2556 yang bertepatan dengan 2600 tahun khotbah pertama Buddha Gotama memberikan pencerahan kepada semuanya yang berkehendak baik.
(Dikirim oleh: Vihara Mendut, Magelang – 11 Juli 2012)

lumbini


Lumbini: Birth Place of the Buddha
Nativity scene
Lumbini is the place where the Buddha, known as the Tathagata* was born. It is the place which should be visited and seen by a person of devotion and which should cause awareness and apprehension of the nature of impermanence.' * Tathagata - One who has found the Truth.
The birthplace of the Gautama Buddha, Lumbini, is the Mecca of every Buddhist, being one of the four holy places of Buddhism. It is said in the Parinibbana Sutta that Buddha himself identified four places of future pilgrimage: the sites of his birth, enlightenment, first discourse, and death. All of these events happened outside in nature under trees. While there is not any particular significance in this, other than it perhaps explains why Buddhists have always respected the environment and natural law.
Nativity scene
click for full view ]

Siddhartha Gautama, the Buddha
The Location of Lumbini
Lumbini is situated at the foothills of the Himalayas in modern Nepal. In the Buddha's time, Lumbini was a beautiful garden full of green and shady Sal trees (Shorea). The garden and its tranquil environs were owned by both the ShaAsoka pillarkyas and Kolias clans. King Suddhodana, father of Gautama Buddha was of the Shakya dynasty belonging to the Kshatriya or the warrior caste. Maya Devi, his mother, gave birth to the child on her way to her parent's home in Devadaha while taking rest in Lumbini under a sal tree in the month of May in the year 642 B.C. The beauty of Lumbini is described in Pali and Sanskrit literature. Maya Devi it is said was spellbound to see the natural grandeur of Lumbini. While she was standing, she felt labor pains and catching hold of a drooping branch of a Sal tree, the baby, the future Buddha, was born.
The bas relief above [ click to view ] depicts Maya Devi with her right hand holding on to a branch of a sal tree with a newborn child standing upright on a lotus petal, shedding an oval halo, around his head, while two celestial figures pour water and lotuses from vessels of heaven as indicated by the delineation of clouds. This nativity scene was installed by Malla Kings of the Naga dynasty from about the 11th to 15th Century in the Karnali zone of Nepal.
In 249 BC, when the Emperor Ashoka visited Lumbini it was a flourishing village. Ashoka constructed four stupas and a stone pillar with a figure of a horse on top. The stone pillar bears an inscription which, in English translation, runs as follows: "King Piyadasi (Ashoka), beloved of devas, in the 20 year of the coronation, himself made a royal visit, Buddha Sakyamuni having been born here, a stone railing was built and a stone pillar erected to the Bhagavan having been born here, Lumbini village was taxed reduced and entitled to the eight part (only)".
Maya Devi Temple
Maya Devi TempleLumbini remained neglected for centuries. In 1895, Feuhrer, a famous German archaeologist, discovered the great pillar while wandering about the foothills of the Churia range. Further exploration and excavation of the surrounding area revealed the existence of a brick temple and a sandstone sculpture within the temple itself which depicts the scenes of the Buddha's birth.
It is pointed out by scholars that the temple of Maya Devi was constructed over the foundations of more than one earlier temple or stupa, and that this temple was probably built on an Ashokan stupa itself. On the south of the Maya Devi temple there is the famous sacred bathing pool known as Puskarni. It is believed that Maha Devi took a bath in this pool before the delivery. By the side of the Ashoka pillar there is a river which flows southeast and is locally called the 'Ol' river. In 1996, an archaeological dig unearthed a "flawless stone" placed there by the Indian Emperor Ashoka in 249 BC to mark the precise location of the Buddha's birth more than 2,600 years ago, if authenticated, the find will put Lumbini even more prominently on the map for millions of religious pilgrims.
Recently, several beautiful shrines have been built by devotees from Buddhist countries. A visit to Lumbini, the birthplace of Buddha, is not only for spiritual enlightenment but also for solace and satisfaction that one gets in such a calm and peaceful place.

Rabu, 29 Agustus 2012

Kepribadian di Balik Cara Berpakaian Anda

Kepribadian di Balik Cara Berpakaian Anda

google image
Sadarkah anda? Kalau kepribadian anda dapat terlihat dan terbaca orang lain dari cara berpakaian anda?. Anda akan terlihat seorang yang humoris, peiang, pendiam dari cara anda berpakaian. Bahkan dari cara berpakaian itu bisa membuat dan meninggalkan kesan mendalam pada orang lain, bisa saja seseorang tertarik kepada anda, karena cara berpakaian anda.
Kepribadian seseorang itu sudah aja semenjak lahir. Ia merupakan keseluruhan cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur dan ditunjukkan oleh seseorang. Kepribadian juga merupakan sebuah struktur dan juga proses, dimana kepribadian itu bisa saja berubah. Kepribadian akan terbentuk seiring dengan pertambahan usia seseorang. Salah satu cara manusia mengekspresikan kepribadian mereka adalah dengan cara berpakaian atau penampilannya secara fisik.
Saya bukan seorang yang fashionable, tidak terlalu mengikuti trend mode. Sebelumnya di awal-awal semester kuliah dulu saya masih urakan dengan gaya yang sangat tomboy, sampai-sampai senior-senior di kampus mau taruhan untuk saya kalau saya mau mengikuti mereka sekali saja menggunakan rok. Sebenarnya saya tidaklah wanita yang benar-benar tomboy karena sisi feminis saya masih kental dengan hoby yang sangat saya gemari yaitu menari. Karena itulah saya memilih kegiatan exstra kurikuler kung fu, bukan karate karena masih ada gerakan gemulainya dalam jurus Taichi (hehe).
Seiring berjalan waktu di tahun-tahun saya di kampus saya seperti menemukan cara yang pas dengan pribadi saya, saya lebih memilih memakai rok dan itu sampai akhinya menjadi ciri khas saya. Hingga melekat sekali di diri saya kesan feminin dan anggun. Cara berpakaian seperti inilah akhirnya yang membuat mantan pacar (sekarang suami) saya jatuh cinta (hehe). Saat sudah menikah dan punya anak, sekarang saya malah lebih memilih untuk berpakaian dengan cara yang simple dan sederhana, cukup menggunkan jeans dengan atasan kemeja atau blouse yang pas di tubuh saya.
Pakaian buat saya memang bukan hanya sekedar berfungsi untuk menutupi dan melindungi tubuh. Tetapi pakaian akan menjadi sebuah identitas bagi si pemakainya. Karena secara taksadar pakaian memang menonjolkan diri seseorang “inilah aku. Aku seperti ini”.
Saat anda memikirkan seseorang anda pasti akan mengingat pakaian apa yang dikenakannya saat bertemu pertama kali dengan anda. Itu akan menjadi penanda buat anda tentang dia. Dan anda sendiripun pasti sudah melengkapi penglihatan anda dengan sebuah kesimpulan dan image bahwa dia seseorang dengan kepribadian seperti bla bla bla.
Mesipun apa yang terlihat di luar belum tentu bisa menunjukkan sepenuhnya isi di dalam. Tidak ada salahnya jika kita memperhatikan penampilan dari cara berpakaian, tentu saja harus diikuti dengan sikap dan prilaku yang positif.
Baik pria maupun wanita, bisa dilihat kepribadian mereka dari cara mereka berpakaian. Bagi kaum pria tentu saja cara berpakaian mereka tidak seribet kaum perempuan. Penampilan bagi seorang wanita itu sangatlah penting dan cara berpakaian menjadi hal yang paling menjadi perhatian utama.
Ikut trend dan mode fashion tebaru sah-sah saja, tetapi kita harus menyesuaikan dengan karakter diri sendiri. Karena saat pakaian itu indah dipakai orang lain belum tentu sama saat kita yang memakainya. Anda akan menjadi orang yang berbeda saat anda coba-coba memakai baju tertentu yang tidak sesuai dengan pribadi anda. Hanya karena ikut-ikutan mode, yang ada anda hanya akan menjadi korban mode itu sendiri. Jika itu terjadi seolah bukan diri anda yang sedang berjalan. Jadi menurut saya kenyamanan adalah faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam berbusana.
Gunakanlah pakaian yang sesuai dengan kepribadian anda, karena dengan pakaian itu orang lain telah membentuk image sendiri pada anda. Jika anda berpakaian dengan baik, dan punya kepribadian serta sikap yang baik pula. Anda akan selalu dikenang oleh orang lain. Kesan itu akan melakat lama di benak mereka. Jika hari ini anda mengenakan pakaian seharga jutaan rupiah, bagi orang lain yang sudah punya image positif terhadap anda, saat anda tiba-tiba mengenakan pakaian yang harganya puluhan ribu akan sama saja dimata mereka. Karena pikiran mereka telah ter plot bahwa anda seseorang yang pantas untuk dihargai seperti apapun dan berapapun harga pakaian anda.
Berikut kepribadian wanita yang ditonjolkannya dari cara berpakaian mereka:
Wanita sportif itu natural
Wanita dengan tipe ini lebih suka menggunakan t-shirt dengan jeans atau celana panjang dalam kesehariannya. Pilihan aksesoris jatuh pada aksesoris yang simpel serta fungsional dan dapat dipadukan dengan pakaiannya yang lain. Mereka cenderung menghindari high heel dan oversized bags. Mereka juga lebih memilih potongan rambut yang simple juga gampang diatur
Wanita elegan itu klasik
Wanita seperti ini cenderung tidak pernah mengubah cara berpakaiannya walau mode telah berganti beberapa kali. Mereka juga selalu tampil rapi karena lemari mereka dipenuhi dengan baju-baju setelan impor. Wanita ini tidak akan pernah menjadi korban mode.
Wanita feminim itu romantis
Wanita ini harus selalu terlihat cantik dimanapun dan kapanpun. Mereka selalu memperhatikan detil baik penampilan maupun perilaku mereka. Koleksi bajunya seperti berbagai jenis rok dan gaun, jaket, serta blouse.
Wanita artistik itu dramatis
Mereka mempunyai seleranya sendiri dalam berpakaian. Koleksi pakaian mereka seperti blouse longgar yang cenderung kebesaran, blus berenda ala gipsy, rok, sarung tangan, jaket tanpa pinggang, rok panjang, celana panjang polos atau bermotif Causeway.
So..seperti apapun anda mengekspresikan kepribadian anda dengan berpakaian tidak masalah, selama itu nyaman dan membuat anda lebih percaya diri. Tetapi anda harus bisa menempatkan dimana anda berada dan pakaian apa yang seharusnya anda pakai. Karena meskipun anda telah berpakaian dengan sangat baik tetapi tidak di tempat yang tepat, maka orangpun akan menilai anda menjadi aneh.
Jadi tidak masalah jika hari ini anda terlihat sportif dan bisa saja di waktu yang lain anda terlihat elegan atau anggun. Semuanya tergantung situasi dimana anda berada. Intinya adalah pakaian apapun yang anda pakai semoga pandangan orang tetap sama kepada anda punya kepribadian POSITIF dan itu juga anda tunjukkan dengan sikap yang mendukung.
Selamat berhari minggu, semoga bermanfaat.
Sumber wikipedia.org., Menjelma.com.

sandal jepit

Sandal Jepit Harus Rutin Dicuci

Share Artikel ini melalui:
Diterbitkan pada tanggal 29 - 08 - 2012 | 

Doktersehat.com – Sandal jepit mungkin sudah menjadi sahabat terdekat Anda untuk berjalan-jalan dan merupakan alas kaki yang nyaman untuk dipakai dalam keadaan santai.
Tetapi pernahkah terpikir untuk mencuci sandal jepit Anda? Padahal, setelah sehari-hari sandal jepit diajak “mencium” aspal, Anda bisa membayangkan apa saja yang telah menempel di sol maupun permukaannya. Dari permukaannya yang sudah mulai dekil saja Anda sudah tahu jawabannya.
“Ketika berjalan di jalanan dengan alas kaki seperti sandal jepit, kaki Anda bisa terpapar berbagai kotoran, dari kotoran manusia seperti muntahan, dahak, atau tinja binatang, yang pasti mengandung mikrobakteri, dan berbagai kotoran lain seperti makanan atau cairan yang sudah tergodok panas matahari,” ujar Philip Tierno, PhD, direktur bidang mikrobiologi dan imunologi klinis di New York University Langone Medical Center, dan penulis buku Secret Life of Germs.
Menurutnya, ada berbagai jenis kuman dan bakteri yang bisa Anda temukan di jalanan, seperti norovirus, staph aureus, beberapa tipe streptococcus, E. coli, dan jenis yang kebal dari obat-obatan seperti Pseudomonas, Klebsiella pneumonia, MRSA. “Panasnya udara musim panas bisa bertindak seperti inkubator,” katanya.
Berbagai kuman dan bakteri tersebut bisa berpindah tempat ketika Anda memungut sandal jepit dan memasukkannya ke kantong kresek untuk menggantinya dengan high heels Anda. Nah, tak usah dibayangkan lagi bila kaki Anda sedang lecet atau terluka. Kuman dan bakteri pasti lebih leluasa menerobos masuk ke dalam kaki.
Saat memasukkan sandal jepit ke dalam kantong kresek, jangan lupa mencuci tangan dengan bersih setelahnya. “Karena Anda sudah terpapar sesuatu yang lebih buruk, yaitu organisme, ke tangan Anda,” jelas Tierna. Ia menambahkan, 80 persen dari penyakit menular ditularkan melalui sentuhan langsung maupun tak langsung, seperti ketika Anda mencium, atau memungut sepatu yang kotor, kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut.
Paparan kuman atau bakteri ini memang tak akan membunuh Anda, tapi paling tidak akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti keracunan makanan, diare, atau iritasi mata (bila Anda mengucek mata). Lagipula, kulit kita sebenarnya dirancang untuk melindungi diri dari terinfeksi kuman, demikian menurut Jeannette Graf, MD, profesor klinis bidang dermatologi di Mount Sinai Medical Center in Manhattan. Kapalan pada kulit, yang terbentuk akibat lapisan kulit mati, justru menjadi pertahanan tubuh terdepan.
“Kulit kita membentuk peptida antimikroba yang melawan bakteri dan virus, serta banyak patogen yang berbeda,” tutur Graf.
Bersihkan secara rutin
Tak sulit sebenarnya bila Anda ingin mencegah terjadinya kontaminasi bakteri ini. Cucilah sandal jepit secara rutin. Masukkan semua koleksi sandal jepit Anda ke dalam ember yang sudah diisi air dingin atau hangat, lalu tambahkan sedikit deterjen. Rendam selama sekitar satu jam, lalu aduk-aduk sandal menggunakan tongkat seolah sedang menggilingnya di dalam mesin cuci.
Jika hasilnya tak cukup bersih, mau tak mau Anda memang harus menyikatnya. Gunakan sikat gigi bekas dan sabun cuci piring atau dengan sedikit baking soda.