Sabtu, 01 Oktober 2011

profil

MAHABIKSU ASHIN  JINARAKKHITA
( 1923 – 2002 )
Sukong

PELOPOR KEBANGKITAN AGAMA BUDDHA INDONESIA
Beliau adalah Bikkhu pertama putera Indonesia sejak keruntuhan ke-Prabuan Majapahit. Tahun 1953, pencetus perayaan waisak pertama di Candi Borobudur.  Tahun 2006, menerima Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Republik Indonesia. Berjiwa non sektarian, inklusivisme dan pluralisme dan universalisme dan setelah beliau wafat meninggalkan ribuan relik suci.

Latar Belakang

Buddhayana dipelopori oleh mendiang Mahabiksu Ashin Jinarakkhita (Ven. Ti Zheng). Beliau dilahirkan di Bogor pada 23 Januari 1923 dengan nama The Boan An. Sejak remaja beliau sudah tertarik pada dunia spiritual, beliau banyak belajar kepada para suhu di kelenteng-kelenteng, haji, pastur, dan tokoh-tokoh teosofi. Beliau mengenal agama Buddha dari tokoh-tokoh Teosofi dan dari perkumpulan Tiga Ajaran (Tri Dharma). Filsafat modern maupun kuno sudah menjadi makanan sehari-harinya.
Setelah menamatkan studinya di Universitas Gronigen Belanda, beliau mengajar di beberapa sekolah di Jakarta. Disaat itu beliau aktif di Pemuda Theosofi dan Gabungan Sam Kaw Indonesia, serta mempelopori perayaan Waisak Nasional yang pertama di Candi Borobudur pada tahun 1953. Pada tahun yang sama, bertepatan dengan perayaan pencerahan sempuran Bodhisattva Avalokitesvara (Guan Yin) , The Boan An ditahbiskan oleh mendiang Mahabiksu Ben Qing sebagai samanera dengan nama Ti Zheng. Kemudian beliau belajar meditasi vipassana di Birma (Myanmar) dibawah bimbingan Mahasi Sayadaw serta ditahbiskan sebagai biksu oleh beliau, dan diberi nama Jinarakkhita. Beliau merupakan putra Indonesia pertama yang menerima pentahbisan biksu sejak runtuhnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.
Sekembalinya ke tanah air, beliau aktif mengajarkan meditasi dan memberikan ceramah ke berbagai pelosok di Indonesia. Beliau mendorong berdirinya wihara dan perkumpulan Buddhis dari kota hingga ke desa-desa. Atas usahanya yang giat inilah, agama Buddha mulai bangkit kembali.
Pada tahun 1955 berdirilah Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) sebagai wadah umat Buddha Indonesia, yang bertugas membantu sangha. Dalam perjalanan sejarahnya, PUUI sempat beberapa kali ganti nama, dan sekarang menggunakan nama Majelis Buddhayana Indonesia (MBI).
Pada tahun 1960 juga berdiri Sangha Suci Indonesia sebagai wadah bagi para monastik (biksu/biksuni), pada tahun 1963 namanya disesuaikan menjadi Maha Sangha Indonesia. Tahun 1974 Maha Sangha Indonesia kembali melebur menjadi Sangha Agung Indonesia yang beranggotakan biksu/biksuni dari aliran Therawada, Mahayana dan Tantrayana.
Untuk Meneruskan visi dan misi mendiang Mahabiksu Ashin Jinarakkhita untuk membentuk suatu pusat studi dan pendidikan, Maka Sagin dan MBI melalui Yayasan Ashin Jinarakkhita membangun Prasadha Jinarakkhita sebagai bentuk wujud dedikasi kepada Beliau dan sekaligus melanjutkan cita-cita-Nya.
Yayasan Ashin Jinarakkhita &  Pusat Studi & Pendidikan ”PRASADHA JINARAKKHITA”

Tujuan dan Manfaat :

  • Pusat penataran dan pelatihan bagi para anggota sangha, pandita, dharmaduta, pemuda dan anak-anak.
  • Pusat Pendidikan Buddhis se–Indonesia, seperti Badan Koordinasi STAB
  • Sarana untuk Pelatihan, seminar, retreat dan ceramah Dharma berskala nasional dan internasional
  • Pusat Penelitian dan Pengembangan Buddhis
  • Perpustakaan Buddhis yang terlengkap di Indonesia.
  • Museum dan Balai Kenangan Mahabiksu Ashin Jinarakhhita
  • Pusat pendidikan dan latihan relawan sosial
  • Pusat Kantor berbagai Lembaga Buddhis Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar